BAB 1
PENDAHULUAN
Pendidikan islam
merupakan suatu hal yang utama bagi warga suatu negara, karena maju dan
keterbelakngan suatu negara akan ditentukan oleh tinggi dan rendahnya tingkat
pendidikan warga negaranya. Salahsatu pendidikan yang mengacu pembangunan
tersebut, yaitu pendidikan agama adalah modal dasra yang merupakan tenaga
penggerak yang tidak ternilai harganya bagi pengisian aspirasi bangsa, karena
dengan terselenggaranya pendidikan agama secara baik akan membawa dampak
terhadap pemahaman dan pengamalan ajaran agama.
Proses kependidikan
merupakan rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia dan
kemampuan belajar yang dilandasi oleh nilai-nilai islami. Berbicara masalah
sejarah pendidikan islam, cabangb ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan
pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam sejak zaman Nabi Muhammad Saw
sampai sekarang. Pendidikan Islam mulai dilaksanakan Rasulullah setelah
mendapat perintah dari allah melalui firmannya QS.74:1-7.
Pada masa nabi, negara
islam meliputi seluruh jazirah Arab dan pendidikan islam berpusat di Madinah,
setelahb Rasulullah wafat kekuasaan pemerintahan islam di pegang oleh
KhulafaurRasyidin, di lanjut oleh Dinasti Umayyah dan Dinastin Abbasiyyah. Para
khalifah ini memusatkan perhatiannya kepada pendidikan, syiarnya gama, dan
kokohnya agama islam,
A. Latar Belakang
Berbagai macam dan
jenis pola pendidikan islam yang ada sejak zaman Nabi Muhammad Saw sampai
sekarang, menjadi wujud eksistensi betapa pesatnya pertumbuhan dan perkembangan
ilmu islam di mata dunia.
Berikut ini kami akan
menguraikan bagaimana pola pendidikan yang diterapkan pada masa itu, sehingga
dapat dijadikan perbandingan terhadap proses pendidikan pada masa sekarang.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pola
pendidikan Islam pada periode Khulafaur Rasyidin ?
2. Bagaimana pola
pendidikan Islam pada periode Dinasi Umayyah?
3. Bagaimana pola
pendidikan Islam pada periode Dinasti Abasiyyah?
C. Tujuan Dan Fungsi
Tujuan pembuatan makalah Sejarah Pendidikan Islam dengan tema
Pola Pendidikan Pada Periode Khulafaur Rasyidin, dinasti umayyah, dan dinasti
Abbasiyah ini, bertujuan untuk:
a)
Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan keilmuan.
b)
Agar lebih memahami berbagai pola pendidikan islam pada zaman setelah
wafatnya nabi.
c)
Mengambil manfaat dari mempelajari ilmu tersebut.
D. Metode Penulisan
Penulis menggunakan
metode kepustakaan. Dalam metode studi pustaka penulis mempelajari buku-buku
yang berkaitan dengan judul atau materi yang akan di presentasikan, selanjutnya
dirangkum, agar lebih mudah untuk dipahami.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Pola Pendidikan Islam Pada Masa Kepemimpinan
Khulafaur Rasyidin
a.
Masa
Khalifah Abu Bakar As Shidiq (632-634)
Setelah nabi wafat, sebagai
pemimpin umat islam adalah Abu Bakar as shidiq sebagai khalifah. Khalifah
adalah pemimpin yang di angkatsetelah nabi wafat untuk menggantikan nabi dan
melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin agama dan pemerintahan.
Pola pendidikan pada masa Abu
Bakar masih seperti pada masa nabi, baik dari segi materi maupun lembaga
pendidikannya. Dari segi materi pendiidkan Islam dari pendidikan tauhid atau
keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan, dan lain sebagainya.
a)
Pendidikan
keimanan, yaitu menanamkan bahwa satu-satunya yang wajib disembah adalah allah.
b)
Pendidikan
akhlak, seperti adab masuk rumah ornag, sopan santun bertetangga, bergaul dalam
masyarakat, dan lain sebagainya. Pendidikan ibdah seperti pelaksanaan shalat
puasa dan haji.
c)
Kesehatan
seperti tentang kebersihan, gerak gerik dalam shalat merupakan didikan umtuk
memperkut jasmani dan rohani.
Menurut Ahmad Syalabi, lembaga untuk
membaca menulis ini disebut kuttab.
Kuttab merupakan lembaga pendidikan yang dibentuk setelah masjid, selanjutnya
Asama Hasan Fahmi mengatakan bahwa kuttab didirikan oleh orang-orang Arab pada
masa Abu Bakar.
Lembaga
pendidikan Islam adalah masjid, masjid dijadikan sebagai benteng pertahanan
rohani, tempat pertemuan dan lembaga pendidikan islam, sebagai tempat shalat
berjama’ah, membaca al qur’an dan lain sebagainya.
b.
Masa
Khalifah Umar Bin Khatab (13-23 H : 634-644 M)
Setelah masa kepemimpinan Abu
Bakar akan berakhir, beliau menunjuk
penggantinya yaitu umar Bin khatab, yang tujuannya dalah untuk mencegah supaya
tidak terjadi perselisihan dan perpecahan dikalangan umat islam.
Berkaitan dengan masalah pendidikan
ini, khalifah Umar Bin Khatab merupakan seorang pendidik yang melakukan
penyuluhan pendidikan di kota Madinah, beliau juga menerapkam pendidikan di
masjid-masjid dan pasar-pasar serta mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk
tiap-tiap daerah yang ditaklukan itu, mereka bertugas mengajarkan isi al qur’an
dan ajran islam lainnya, seperti fiqih kepada penduduk yang baru masuk islam.
Metode pengajaran yang dilakukan
pada masa ini adalah guru duduk di halaman masjid sedangkan murid
melingkarinya. Pada
masa khalifah umar bin khatab, pada pelajaran yang diberikan adalah membaca dan
menulis al qur’an dan menghafalnya serta belajar pokok-pokok agama islam.
Pendidikan pada masa ini lebih maju
di bandingkan dengan sebelumnya. Antara lain, kemajuan-kemajuan yang telah di capai
:
a.
Pada masa ini
tuntunan untuk belajar bahasa arab juga sudah mulai tampak, orang yang baru
masuk islam dari daerah yang ditaklukan harus belajar bahasa arab, jika ingin
belajar dan memahami pengetahuan islam.
b.
Di tetapkan nya
masjid sebagai pusat pendidikan.
c.
Terbentuknya
pusat-pusat pendidikan islam di ibu kota dengan materi yang dikembangkan, baik
dari segi ilmu bahasa, menulis, dan pokok ilmu-ilmu lainnya.
Pendidikan dikelola dibawah
pengaturan gubernur yang berkuasa saat itu, serta di iringi kemajuan di
berbagai bidang seperti jawatan pos, kepolisian, baitul mal, dan sebagainya.
Adapun sumber gaji para pendiidk pada waktu itu di ambilkan dari daerah yang di
taklukan, dan dari baitul mal.
c.
Masa
Khalifah Utsman Bin Affan (23-35 H : 644-656 M )
Pada masa khalifah usman bin affan,
pelaksanaan pendidikan islam tidak jauh berbedadengan masa sebelumnya.
Pendidikan di masa ini hanya melanjutkan apa yang telah ada namun hanya sedikit
terjadi perubahan yang mewarnai pendidikan islam.
Para sahabat yang berpengaruh dan
dekat dengan Rasulullah yang tidak diperbolehkan meninggalkan Madinah di masa
khalifah Umar, diberikan kelonggaran untuk keluar dan menetap di daerah- daerah
yang mereka sukai.kebijakan ini sangat besar pengaruhnya bagi pelaksanaan
pendidikan di daerah-daerah.
Proses pelaksanaan pola pendidikan
pada masa usman ini lebih ringan dan lebih mudah di jangkau oleh seluruh
peserta didik yang ingin menuntut dan belajar islam dan dari segi pusat
pendidikan juga lebih banyak, sebab pada masa ini para sahabat bisa memilih
tempat yang mereka inginkan untuk memberikan pendiidikan kepada masyarakat.
Tugas mendidik dan mengajar umat
pada masa Utsman Bin Affan di serahkan pada umat itu sendiri, artinya
pemerintah tidak mengangkat guru-guru, dengan demikian, para pendidik sendiri
melaksanakan tugasnya hanya dengan mengharapkan keridhoan allah.
d.
Masa
Khalifah Ali Bin Abi Thalib (35-40 H : 656-661 M)
Ali Bin Abi
thalib adalah khalifah yang ke empat setelah UtsmanBin Affan. Pada
pemerintahannya sudah diguncang peperangan dengan Aisyah (istri nabi) beserta
Thalhah dan Abdullah Bin Jubair karena kesalah fahaman dalam menyikapi
pembunuhan terhadap utsman. Peprangan diantara mereka di sebut perang jamal
(unta) karena Aisyah menggunakan kendaraan unta. Setelah berhasil mengatasi
pemberontakan Aisyah, muncul pemberontakan lain, sehingga masa kekuasaan
khalifah Ali tidak pernah mendapatkan ketenangan dan kedamaian.
Pada kesimpulannya, bahwa pada masa
Ali telah terjadi kekacauan dan pemberontakan, sehingga di masa ia berkuasa
pemerintahannya tidal stabil dengan kericuhan politik padaa masa Ali berkuasa,
kegiatan pendidikan islam dapat hambatan dan gangguan. Pada masa itu, ali tidak
sempat lagi memikirkan masalah pendidikan sebab keseluruhan perhatiannya
ditumpahkan pada masalah keamanan dan kedamaian bagi masyarakat islam.
Dengan demikian pola pendidikan pada
masa khulafaur rasyidin tidak jauh berbeda dengan masab Nabi yang menekan pada
pengajaran baca tulis dan ajaran-ajaran islam yang bersumber pada al qur’an dan
hadits Nabi.
PUSAT-PUSAT
PENDIDIKAN PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN
Pusat-pusat
pendidikanpada masa khulafaur rasyidin antara lain :
1.
Mekah.
Guru pertama di mekkahadalah Mu’az Bin Jabal yang mengajarkan al qur’an dan
fiqh.
2.
Madinah.
Sahabat yang terkenal antara lain : Abu Bakar, Utsman Bin Affan, Ali Bin Abi
Thalib, dan sahabat-sahabat lainnya.
3.
Basrah.
Sahabat yang termasyhur antara lain : Abu Musa Al asy’ari, dia adalah seorang
ahli fiqh dan alqur’an.
4.
Kufah.
Sahabat-sahabat yang termasyhur di sini adalah Ali Bin Abi Thalib, dan Abdullah
Bin Mas’ud. Abdullah Bin Mas’ud mengajarkan alqur’an, ia adalah ahli tafsir,
hadits, dan fiqh.
5.
Damsyik (syam).
Setelah syam (siria) menjadi bagiannegara islam dan penduduknya banyak beragama
islam. Maka khalifah umar mengirim tiga orang guru ke negara itu
6.
Mesir.
Sahabat yang mula-mula mendirikan madrasah dan menjadi guru di Mesir adalah
Abdullah bin Ash, ia adalah seorang ahli hadits.
B. Pola Pendidikan Islam Pada Masa Dinasti Umayyah
Pendiri
dinasti Umayyah adalah Muawiyah bin Abu Sufyan ibn Harb ibn Umayyah. Ibunya
adalah Hindun binti Utbah. Dinasti umayyah berkuasa selama 91 tahun (41-132
hijriah atau 661-750 masehi). Dengan 14 orang khalifah yang di mulai umayyah
ibn Abu Sufyan dan di akhiri Marwan ibn Muhammad yang ada pada tabel di halaman
berikutnya.
Pada
awalnya pemerintahan Dinasti bani Umayyah bersifat demokrasi lalu berubah
menjadi Feodal atau kerajaan. Pusat pemerintahannya bertempat di kota damaskus.
Hal ini dimaksudkan agar lebih mudah dalam memerintah, karen muawiyyah sudah
begitu lama memegang kekuasaan di wilayah tersebut serta ekspansi teritorial
sudah begitu luas. Sebenarnya pemerintahan dari keturunan Abu Sufyan hanya
sampai pada Muawiyyah II kemudian di lanjutkan oleh keturunan Ali.
1. Kemajuan yang di capai
Berbagai
kemajuan telah di peroleh pada dinasti ini. Dalam bidang Administrasi misalnya,
telah telah terbentuk berbagaia lembaga administrasi pemerintah yang mendukung
tampuk pimpinan dinasti umayyah. Banyak terjadi kebijaksanaan yang dilakukan
pada masa itu,di antaranya, yaitu :
Umayyah
Shakh
(Abu Sufyan ) “Affan Al
Hakam
(1) Muawiyyah Utsman (4)
Marwan
(2) Yazid (5)
Abd. Malik ‘Abd. Aziz Muhammad
(3) Muawiyyah Ats Tsani (8)
Umar (14) Marwan
(6) Al Walid (7) Sulaiman (9)
Yazid (10) Hasyim
(12)Yazid Ats Tsani (13) Ibrahim (11) Al walid ats Tsani
1.
Pemisahan
kekuasaan. Terjadi antara kekuasaan agama dan kekuasaan politik.
2.
Pembagian
wilayah. Wilayah kekuasaan terbagi dalam 10 (sepuluh) provinsi, yaitu : Syiria
dan Palestina, Kuffah dan Irak, Basrah, Persia, Sijistan, Khurasan, Bahrain,
Oman, Najd dan Yamamah, Arenia, Hijaz, Karman dan India, Egypt (Mesir),
Ifriqiyah (Afrika Utara), Yaman dan Arab Selatan, serta Andalusia.
3.
Bidang
administrasi pemerintahan. Organisasi tata usaha negara terpecah ke dalam
bentuk dewan. Departemen pajak dinamakan dngan Dewan al kharaj, departemen
dinamakan dengan dewan Rasail, departemen yang menangani berbagai kepentingan
umum dinamakan dengan dewan Musghilat, departemen negara dinamakan dengan dewan
Al khatim.
4.
Organisai
keuangan. Masih terpusat pada baitul maal yang asetnya diperoleh dari pajak
tanah, perorangan bagi non muslim. Percetakan uang dilakukan pada masa khalifah
Abdul Malik ibn Marwan.
5.
Organisasi
ketentaraan. Umunya orang Arab atau keturunan Arab yang boleh menjadi tentara.
6.
Organisasi
kehakiman.
7.
Bidang sosial
dan budaya.
8.
Bidang seni dan
sastra. Pada masa khlaifah Walid ibn Malik terjadi keseragaman bahasa, semua
bahasa daerah terutama dalam bidang administrasi di seragamkan dengan
menggunakan bahasa arab.
9.
Bidang seni
rupa. Yang berkembang hanya seni ukir dan pahat, terlihat pada kaligrafi (khat
arab) sebagai motifnya.
10.
Bidang
arsitektur. Terlihat kubah al sakhra di baitul maqdis, yaitu kubah batu
yangdidirikan pada masa khalifah Abdul Malik ibn Marwan pada tahun 691 M.
Di samping melakukan ekspansi teritorial,
pemerintahan Dinasti Umayyah juga menaruh perhatian dalam bidang pendidikan.
Memberikan dorongan yang kuat terhadap dunia pendidikan dengan penyediaan
sarana dan prasarana. Hal ini dilakukan agar para ilmuwan, para seniman, dan
para ulama mau melakukan pengembangan bidang ilmu yang dikuasainya serta mampu
melakukan kaderisasi ilmu. Di antara ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa
ini adalah :
1. Ilmu
agama, seperti : al qur’an, hadits, dan fiqh. Proses pembukuan hadits terjadi
pada masa khalifah Umar ibn Abdul Aziz (99-10 H) sejak saat itulah hadits
mengalami perkembangan pesat.
2. Ilmu
sejarah dan geografi, yaitu segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup,
kisah, dan riwayat. Ubaid ibn Syariyah Al Jurhumi berhasil menulis berbagai peristiwa
sejarah.
3. Ilmu
pengetahuan bidang bahasa, yaitu segala ilmu yang mempelajari bahaasa nahwu,
sharaf, dan lain-lain.
4. Bidang
filsafat, yaitu segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing,
seperti ilmu mantik, kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu yang berhubungan
dengan itu, serta ilmu kedokteran.
Khalifah al Walid mendirikan sekolah kedokteran, ia
melarang para penderita kusta di jalanan, bahkan khalifah menyediakan dana
khusus bagi penderita kusta. Pada masa ini sudah ada jaminan sosial bagi
anak-anak yatim dan anak terlantar.
Demikian berbagai perkembangan ilmu pengetahuan yang
terjadi pada dinasti umayyah. Kekuasaan Dinasti Umayyah mengalami kehancuran
pada masa kepemimpinan khalifah Walid ibn Yazid karena terjadinya peperangan
yang di lakukan oleh bani Abbas yang terjadi pada tahun 132 hijriah atau 750
masehi.
2.
Pola
Pendidikan Dan Pusat Pendidikan
Periode dinasti Umayyah merupakan masa inkubasi.
Pada masa ini peletakan dasar-dasar dari kemajuan pendidikan di munculkan.
Intelektual muslim berkembang pada masa ini.
Pada masa dinasti Umayyah pola pendidikan bersifat
desentralisasi, tidak memiliki tingkatan dan standar umur. Kajian keilmuwan
yang ada pada periode ini berpusat di Damaskus, Kuffah, Mekkah, Madinah, Mesir,
Cordova dan berbagai kota lainnya. Di antara ilmu-ilmu yang dikembangkannya,
yaitu : kedokteran, filsafat, astronomi atau perbintangan, ilmu pasti, sastra,
seni, baik itu seni bangunan, seni rupa, maupun seni suara.
Dalam memberikan pelajaran dengan sistem kuttab pada
masa khulfaur rasyidin gurnya tidak di bayar, akan tetapi pada masa dinasti
Umayyah lain lagi ceritanya. Adapun materi yang diajarkan adalah baca tulis
yang secara umum di ambil dari syair atau sastra arab.
Adapun
bentuk pendidikanpada dinasti Umayah diantaranya :
1. Pendidikan
istana. Pendidikan tidak hanya pengajaran tingkat rendah, tetapi lanjut pada
pengajaran tingkat tinggi sebagaimana halaqoh, massjid, dan madrasah. Guru
istana dinamakan muaddib. Tujuan pendidikan istana bukan saja mengajarkan ilmu
pengetahuan bahkan muaddib harus mendidik kecerdasan, hati dan jasmani anak.
Adapun rencana
pembelajran di istana sebagai berikut :
A. Al
Qur’an (kitabullah)
B. Hadits-hadits
yang termulia
C. Syair-syair
yang terhormat
D. Riwayat
hukama
E. Menulis,
membaca, dan lain-lain.
2. Nasihat
pembesar kepada muaddib. Sebagaimana pembesar Hisyam ibn Abdul Mlik kepada guru
anaknya Sulaiman al Kalby :
“ sesungguhnya anakku
ini adalah cahaya mataku. Aku serahkan kepada engkau untuk memberi adab
kepadanya. Maka, tugas engkau adalha bertaqwa kepada allah dan menunaikan
amanah. Wasiatku yang pertama supaya engkau ajarkan kepadanya kitabullah.
Kemudian engkau riwayatkan kepadanya syair-syair yang terbaik. Sesudah itu
engkau ajarkan riwayat kaum arab dan syair mereka yang baik. Perlihatkan
kepadanya sebagian yang halal dan yang haram serta pidato-pidato dan riwayat peperangan”.
3. Badiah.
Dengan adanya Arabisasi oleh khalifah Abdul Malik ibn marwan, maka muncullah
istilah badiah, yaitu dusun badui di padang sahara yang masih fasih bahasa
Arabnya dan murni sesuai dengan kaidah bahasa arab itu. Sehingga banyak
khalifah yang mengirim anaknya ke badiah untuk belajar bahasa arab.
4. Perpustakaan.
Al hakam ibn Nasir mendirikan perpustakaan yang besar di Qurtubah (qordova).
5. Bamaristan
( rumah Sakit Tempat Berobat) dan merawat orang serta tempat studi kedokteran.
Kesimpulan dari uraian di atas, bahwa pola
pendidikan pada masa dinasti Umayyah ini telah berkembang jika dilihat drai
aspek pengajarannya, meskipun sistemnya masih sama seperti pada masa nabi dan
khulafaur rasyidin. Pada masa ini peradaban islam sudah bersifat internasional
yang meliputi tiga benua, yaitu sebagian benua eropa, sebagian Afrika, dan
sebagian besar Asia yang kesemuanya itu dipersatukan dengan bahasa Arab sebagai
bahasa resmi negara.
C. Pola Pendidikan Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyyah
1.
Sejarah
Berdirinya Daulah Abassiyah
Pendiri
daulah Abbasiyyah ialah Abdul Abbas Al Saffah. Berdirinya daulah Abbasiyah
didirikan atas dua strategi,yaitu:pertama,dengan sistem mencari pendukung dan
penyebaran ide secara rahasia,ini sudah berlangsung sejak akhir abad
pertengahan hijriah yang dipusatkan di Al Hamimah.kedua, dengan terang-terangan
dan himbauan di forum-forum resmi untuk mendirikan daulah Abbasiyah berlanjut
dengan peperangan melawan daulah umayyah.
Sistem pemerintahan bani abbasiyah
meniru cara umayyah. Dasar-dasar pemerintahan Abbasiyah diletakan oleh khalifah
ke dua, abu ja’far Al Mansyur. Sistem Abbasiyah yang dijalankan antara lain :
Para khalifah tetap dari turunan Arab murni, kota Baghdad sebagai ibu kota
negara yang menjadi pusat kegiatan politik, ilmu pengetahuan di pandang sebagai
sesuatu yang sangat penting, kebebasan berfikir sebagai HAM diakui penuh, dan
para menteri turunan Persia di beri hak penuh dalam menjalankan pemerintahan.
2. Sistem Politik, pemerintahan dan bentuk negara
A. Sistem Politik
Adapun sistem politik yang dijalankan oleh daulah abbasiyyah
antara lain :
1) Para khalifah tetap dari turunan Arab murni,
sementara para menteri, gubernur, dan pegawai lainnya banyak diangkat dari
golongan mawali turunan Persia.
2) Kota Baghdad sebagai ibu kota negara, yang menjadi
pusat kegiatan politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan dijadikan kota pintu
terbuka, sehingga segala bangsa yang menganut berbagai keyakinan di izinkan
bermukim di dalamnya.
3) Ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang
sangat penting dan mulia.
4) Kebebasan berfikir sebagai hak asasi manusia
sepenuhnya.
5) Para menteri turunan persia diberi hak yang penuh
dalam menjalankan pemerintah, sehingga mereka memegang peranan penting dalam
membina Tamandun Islam.
B.
Sistem
Pemerintahan dan Bentuk Negara
Dasar-dasar Abbasiyah diletakan oleh
khalifah kedua, Abu Ja’far Al mansyur yang dikenal sebagai pembangunan
khalifah. Sistem pemerintahannya di ambil dari nilai-nilai Persia. Para
khalifah Abbasiyyah memperoleh kekuasaan untuk mengatur negara langsung dari
allah bukan dari rakyat, yang berbeda dari sistem kekhalifahn yang dipilih oleh
rakyat.
Kekuasaan mereka yang tertinggi
diletakkan para ulama sehingga pemerintahannya merupakan sistem teokrasi. Khalifah
bukan saja berkuasa di bidang pemerintahan duniawi juga berhak memipin agama
yang berdasarkan pemerintahannya pada agama. Khalifah Abbasiyah juga memakai
gelar imam untuk menunjukkan aspek keagamaannya.
Pemerintahan
Abbasiyah terbagi kepada beberapa periode :
1)
Periode khalifah
Abbasiyah yang pertama Abdul Abbas Al Saffah 132-136 H.
Pada periode ini, tidak
terlalu banyak kemajuan karena masa awal dari pemerintahan dan tampaknya masih
berkonsentrasi padakondisi ke dalam dan pembenahan, dan masih ada beberapa
perlawanan-perlawanan. Pada periode ini Al khalifah merehabilitasi istana yang
berada di Baghdad, namun pada periode kedua dibangun kembali dengan megah.
2) Periode
khalifah Abbasiyah yang kedua Abu Jakfar Abdullah bin Muhammad 136-158 H. Kemajuan
dalam pemerintahan ini adalah merehabilitasi istana dengan megah, seindah-indahnya,
diceritakan dalam buku siapa yang melihat dengan istana itu akan
terheran-heran.
3)
Periode khalifah
Abbasiyah yang ketiga Al Mahdi 158-169 H. Kemajuan-kemajuan pada masa ini ialah
dikeluarkannya para tahanan-tahanan penjara yang dipenjarakan, membangun jalan
untuk menuju ke mekkah, membangun perairan dari sumur-sumur besar unutuk minum
para musafir, merehabilitasi masjidilharam, membuat kantor-kantor pos surat
untuk penduduk mekkah, madinah dan yaman, membuat pagar di sekeliling kota-kota
untuk pertahanan, menjadikan Baghdad sebagai pusat perdagangan internasional, mengganti
kain tutup ka’bah setiap tahun sehingga berlanjut menjadi contohkepada
pemerintah dan khalifah selanjutnya, serta berkembangnya berbagai ilmu pengetahuan
seperti Assyiir, hikmah, adab, dan musik.
4)
Periode khalifah
Abbasiyah yang ke empat Al Hadi 169-170 H. Secara terperinci tidak disebutkan
kemajuan-kemajuan pada masa ini, karena ia melanjutkan kebajikan-kebajikan
khalifah sebelumnya.
5)
Periode khalifah
Abbasiyah yang kelima Harun Ar Rasyid 170-193 H. Kemajuan-kemajuan pada masa
ini ialah Baghdad selain menjadi pusat perdagangan dunia, para alim ulama dan
‘udaba juga telah meluas, mengadakan hubungan politik, puncak gemilangan
kebudayaan islam, pembangunan istana-istana megah dan hasil-hasil bumi,
kekayaan pemerintah hampir mencapai 70 million dinar yang hanya diambil dari
pajak saja.
6)
Periode khalifah
Abbasiyah yang ke enam Al Amin 193-198 H. Pada masa ini tidak banyak
perkembangan, karena pemerintahannya hanya lebih kurang lima tahun dan jauh
berbeda dengan bapaknya Al Rasyid, Al Amin lebih banyak melemahkan
kekuatan-kekuatan yang pernah dirintis oleh bapaknya, baik itu dari segi
keilmuwan maupun pembangunan fisik.
7)
Periode khalifah
Abbasiyah yang ke tujuh Al Makmun 198-218 H. Kemajuan-kemajuan pada masa ini
ialah awal dimunculkannya ilmu filsafat, buku kedokteran.
8)
Periode khalifah
Abbasiyah yang ke delapan Al Mu’tasim 218-227 H. Pada masa ini siapa yang tidak
setuju dengan pemikiran mu’tazirah atau dengan Al qur’an sebagai makhluk, maka
ia di hukum, dicambuk.
9)
Periode khalifah
Abbasiyah yang ke sembilan Al Wasiq 227-232 H. Pada pemerintahan ini, ia lebih
banyak berkonsentrasi pada pembenahan Al Atrak dan memperhatikan para ulama
yang tidak sepaham dengan mazhab Mu’tazilah.
C.
Sistem
Sosial
Pada
masa daulah Abbasiyah terjadi perubahan yang sangat menonjol, diantaranya:
1)
Tampilan
kelompok Mawali khususnya pada pemerintahan Irak, yang menduduki peran dan
posisi penting di pemerintahan.
2)
Menurut janji
Jurzi Zaidah, masyarakat terdiri dari dua kelompok, yaitu :
·
Kelompok khusus,
yaitu : bani Hasyim, pembesar negara, bangsawan yang bukan bani Hasyim.
·
Kelompok umum,
yaitu seniman, ulama, pengusaha, pujangga, dan lain-lain.
3)
Kerajaan Islam
Daulah Abbasiyah tersusun dari beberapa unsur bangsa yang berbeda-beda (bangsa
Mesir, Syam, Jazirah Arab, Irak, Persia, Turki).
4)
Perkawinan
campur dan melahirkan anak dari unsur campur darah.
5)
Terjadinya
pertukaran pendapat, cerita, pikiran sehingga muncul kebudayaan yang baru.
6)
Perbudakan.
BAB
3
PENUTUP
Kesimpulan
Pola Pendidikan Islam Pada Masa khulafaur
rasyidin
Pola pendidikan pada masa Abu Bakar
masih seperti pada masa nabi, baik dari segi materi maupun lembaga pendidikannya.
Dari segi materi pendiidkan Islam dari pendidikan tauhid atau keimanan, akhlak,
ibadah, kesehatan, dan lain sebagainya. Pusat-pusat
pendidikanpada masa khulafaur rasyidin antara lain Mekah, Madinah, Basrah,
Kufah, Damsyik (syam), Mesir.
Pola Pendidikan Islam
Pada Masa Dinasti Umayyah
Pendiri dinasti Umayyah adalah Muawiyah bin Abu
Sufyan ibn Harb ibn Umayyah. Ibunya adalah Hindun binti Utbah. Berbagai
kemajuan telah di peroleh pada dinasti ini. Dalam bidang Administrasi misalnya,
telah telah terbentuk berbagaia lembaga administrasi pemerintah yang mendukung
tampuk pimpinan dinasti umayyah. Di antara ilmu pengetahuan yang berkembang
pada masa ini adalah Ilmu agama, Ilmu sejarah dan geografi, Ilmu pengetahuan
bidang bahasa dan Bidang filsafat.
Pola Pendidikan Islam
Pada Masa Dinasti Abbasiyyah
Pendiri
daulah Abbasiyyah ialah Abdul Abbas Al Saffah. Berdirinya daulah Abbasiyah
didirikan atas dua strategi,yaitu:pertama,dengan sistem mencari pendukung dan
penyebaran ide secara rahasia. Kedua, dengan terang-terangan dan himbauan di
forum-forum resmi.
Sistem pemerintahan bani abbasiyah
meniru cara umayyah. Sistem Abbasiyah yang dijalankan antara lain : Para
khalifah tetap dari turunan Arab murni, kota Baghdad sebagai ibu kota negara
yang menjadi pusat kegiatan politik, ilmu pengetahuan di pandang sebagai
sesuatu yang sangat penting, kebebasan berfikir sebagai HAM diakui penuh, dan
para menteri turunan Persia di beri hak penuh dalam menjalankan pemerintahan.
DAFTAR
PUSTAKA
Nizar, Samsul. 2007. Sejarah Pendidikan
Islam. Jakarta : PT Fajar Interpratama Mandiri
BAB 1
PENDAHULUAN
Pendidikan islam
merupakan suatu hal yang utama bagi warga suatu negara, karena maju dan
keterbelakngan suatu negara akan ditentukan oleh tinggi dan rendahnya tingkat
pendidikan warga negaranya. Salahsatu pendidikan yang mengacu pembangunan
tersebut, yaitu pendidikan agama adalah modal dasra yang merupakan tenaga
penggerak yang tidak ternilai harganya bagi pengisian aspirasi bangsa, karena
dengan terselenggaranya pendidikan agama secara baik akan membawa dampak
terhadap pemahaman dan pengamalan ajaran agama.
Proses kependidikan
merupakan rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia dan
kemampuan belajar yang dilandasi oleh nilai-nilai islami. Berbicara masalah
sejarah pendidikan islam, cabangb ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan
pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam sejak zaman Nabi Muhammad Saw
sampai sekarang. Pendidikan Islam mulai dilaksanakan Rasulullah setelah
mendapat perintah dari allah melalui firmannya QS.74:1-7.
Pada masa nabi, negara
islam meliputi seluruh jazirah Arab dan pendidikan islam berpusat di Madinah,
setelahb Rasulullah wafat kekuasaan pemerintahan islam di pegang oleh
KhulafaurRasyidin, di lanjut oleh Dinasti Umayyah dan Dinastin Abbasiyyah. Para
khalifah ini memusatkan perhatiannya kepada pendidikan, syiarnya gama, dan
kokohnya agama islam,
A. Latar Belakang
Berbagai macam dan
jenis pola pendidikan islam yang ada sejak zaman Nabi Muhammad Saw sampai
sekarang, menjadi wujud eksistensi betapa pesatnya pertumbuhan dan perkembangan
ilmu islam di mata dunia.
Berikut ini kami akan
menguraikan bagaimana pola pendidikan yang diterapkan pada masa itu, sehingga
dapat dijadikan perbandingan terhadap proses pendidikan pada masa sekarang.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pola
pendidikan Islam pada periode Khulafaur Rasyidin ?
2. Bagaimana pola
pendidikan Islam pada periode Dinasi Umayyah?
3. Bagaimana pola
pendidikan Islam pada periode Dinasti Abasiyyah?
C. Tujuan Dan Fungsi
Tujuan pembuatan makalah Sejarah Pendidikan Islam dengan tema
Pola Pendidikan Pada Periode Khulafaur Rasyidin, dinasti umayyah, dan dinasti
Abbasiyah ini, bertujuan untuk:
a)
Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan keilmuan.
b)
Agar lebih memahami berbagai pola pendidikan islam pada zaman setelah
wafatnya nabi.
c)
Mengambil manfaat dari mempelajari ilmu tersebut.
D. Metode Penulisan
Penulis menggunakan
metode kepustakaan. Dalam metode studi pustaka penulis mempelajari buku-buku
yang berkaitan dengan judul atau materi yang akan di presentasikan, selanjutnya
dirangkum, agar lebih mudah untuk dipahami.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Pola Pendidikan Islam Pada Masa Kepemimpinan
Khulafaur Rasyidin
a.
Masa
Khalifah Abu Bakar As Shidiq (632-634)
Setelah nabi wafat, sebagai
pemimpin umat islam adalah Abu Bakar as shidiq sebagai khalifah. Khalifah
adalah pemimpin yang di angkatsetelah nabi wafat untuk menggantikan nabi dan
melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin agama dan pemerintahan.
Pola pendidikan pada masa Abu
Bakar masih seperti pada masa nabi, baik dari segi materi maupun lembaga
pendidikannya. Dari segi materi pendiidkan Islam dari pendidikan tauhid atau
keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan, dan lain sebagainya.
a)
Pendidikan
keimanan, yaitu menanamkan bahwa satu-satunya yang wajib disembah adalah allah.
b)
Pendidikan
akhlak, seperti adab masuk rumah ornag, sopan santun bertetangga, bergaul dalam
masyarakat, dan lain sebagainya. Pendidikan ibdah seperti pelaksanaan shalat
puasa dan haji.
c)
Kesehatan
seperti tentang kebersihan, gerak gerik dalam shalat merupakan didikan umtuk
memperkut jasmani dan rohani.
Menurut Ahmad Syalabi, lembaga untuk
membaca menulis ini disebut kuttab.
Kuttab merupakan lembaga pendidikan yang dibentuk setelah masjid, selanjutnya
Asama Hasan Fahmi mengatakan bahwa kuttab didirikan oleh orang-orang Arab pada
masa Abu Bakar.
Lembaga
pendidikan Islam adalah masjid, masjid dijadikan sebagai benteng pertahanan
rohani, tempat pertemuan dan lembaga pendidikan islam, sebagai tempat shalat
berjama’ah, membaca al qur’an dan lain sebagainya.
b.
Masa
Khalifah Umar Bin Khatab (13-23 H : 634-644 M)
Setelah masa kepemimpinan Abu
Bakar akan berakhir, beliau menunjuk
penggantinya yaitu umar Bin khatab, yang tujuannya dalah untuk mencegah supaya
tidak terjadi perselisihan dan perpecahan dikalangan umat islam.
Berkaitan dengan masalah pendidikan
ini, khalifah Umar Bin Khatab merupakan seorang pendidik yang melakukan
penyuluhan pendidikan di kota Madinah, beliau juga menerapkam pendidikan di
masjid-masjid dan pasar-pasar serta mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk
tiap-tiap daerah yang ditaklukan itu, mereka bertugas mengajarkan isi al qur’an
dan ajran islam lainnya, seperti fiqih kepada penduduk yang baru masuk islam.
Metode pengajaran yang dilakukan
pada masa ini adalah guru duduk di halaman masjid sedangkan murid
melingkarinya. Pada
masa khalifah umar bin khatab, pada pelajaran yang diberikan adalah membaca dan
menulis al qur’an dan menghafalnya serta belajar pokok-pokok agama islam.
Pendidikan pada masa ini lebih maju
di bandingkan dengan sebelumnya. Antara lain, kemajuan-kemajuan yang telah di capai
:
a.
Pada masa ini
tuntunan untuk belajar bahasa arab juga sudah mulai tampak, orang yang baru
masuk islam dari daerah yang ditaklukan harus belajar bahasa arab, jika ingin
belajar dan memahami pengetahuan islam.
b.
Di tetapkan nya
masjid sebagai pusat pendidikan.
c.
Terbentuknya
pusat-pusat pendidikan islam di ibu kota dengan materi yang dikembangkan, baik
dari segi ilmu bahasa, menulis, dan pokok ilmu-ilmu lainnya.
Pendidikan dikelola dibawah
pengaturan gubernur yang berkuasa saat itu, serta di iringi kemajuan di
berbagai bidang seperti jawatan pos, kepolisian, baitul mal, dan sebagainya.
Adapun sumber gaji para pendiidk pada waktu itu di ambilkan dari daerah yang di
taklukan, dan dari baitul mal.
c.
Masa
Khalifah Utsman Bin Affan (23-35 H : 644-656 M )
Pada masa khalifah usman bin affan,
pelaksanaan pendidikan islam tidak jauh berbedadengan masa sebelumnya.
Pendidikan di masa ini hanya melanjutkan apa yang telah ada namun hanya sedikit
terjadi perubahan yang mewarnai pendidikan islam.
Para sahabat yang berpengaruh dan
dekat dengan Rasulullah yang tidak diperbolehkan meninggalkan Madinah di masa
khalifah Umar, diberikan kelonggaran untuk keluar dan menetap di daerah- daerah
yang mereka sukai.kebijakan ini sangat besar pengaruhnya bagi pelaksanaan
pendidikan di daerah-daerah.
Proses pelaksanaan pola pendidikan
pada masa usman ini lebih ringan dan lebih mudah di jangkau oleh seluruh
peserta didik yang ingin menuntut dan belajar islam dan dari segi pusat
pendidikan juga lebih banyak, sebab pada masa ini para sahabat bisa memilih
tempat yang mereka inginkan untuk memberikan pendiidikan kepada masyarakat.
Tugas mendidik dan mengajar umat
pada masa Utsman Bin Affan di serahkan pada umat itu sendiri, artinya
pemerintah tidak mengangkat guru-guru, dengan demikian, para pendidik sendiri
melaksanakan tugasnya hanya dengan mengharapkan keridhoan allah.
d.
Masa
Khalifah Ali Bin Abi Thalib (35-40 H : 656-661 M)
Ali Bin Abi
thalib adalah khalifah yang ke empat setelah UtsmanBin Affan. Pada
pemerintahannya sudah diguncang peperangan dengan Aisyah (istri nabi) beserta
Thalhah dan Abdullah Bin Jubair karena kesalah fahaman dalam menyikapi
pembunuhan terhadap utsman. Peprangan diantara mereka di sebut perang jamal
(unta) karena Aisyah menggunakan kendaraan unta. Setelah berhasil mengatasi
pemberontakan Aisyah, muncul pemberontakan lain, sehingga masa kekuasaan
khalifah Ali tidak pernah mendapatkan ketenangan dan kedamaian.
Pada kesimpulannya, bahwa pada masa
Ali telah terjadi kekacauan dan pemberontakan, sehingga di masa ia berkuasa
pemerintahannya tidal stabil dengan kericuhan politik padaa masa Ali berkuasa,
kegiatan pendidikan islam dapat hambatan dan gangguan. Pada masa itu, ali tidak
sempat lagi memikirkan masalah pendidikan sebab keseluruhan perhatiannya
ditumpahkan pada masalah keamanan dan kedamaian bagi masyarakat islam.
Dengan demikian pola pendidikan pada
masa khulafaur rasyidin tidak jauh berbeda dengan masab Nabi yang menekan pada
pengajaran baca tulis dan ajaran-ajaran islam yang bersumber pada al qur’an dan
hadits Nabi.
PUSAT-PUSAT
PENDIDIKAN PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN
Pusat-pusat
pendidikanpada masa khulafaur rasyidin antara lain :
1.
Mekah.
Guru pertama di mekkahadalah Mu’az Bin Jabal yang mengajarkan al qur’an dan
fiqh.
2.
Madinah.
Sahabat yang terkenal antara lain : Abu Bakar, Utsman Bin Affan, Ali Bin Abi
Thalib, dan sahabat-sahabat lainnya.
3.
Basrah.
Sahabat yang termasyhur antara lain : Abu Musa Al asy’ari, dia adalah seorang
ahli fiqh dan alqur’an.
4.
Kufah.
Sahabat-sahabat yang termasyhur di sini adalah Ali Bin Abi Thalib, dan Abdullah
Bin Mas’ud. Abdullah Bin Mas’ud mengajarkan alqur’an, ia adalah ahli tafsir,
hadits, dan fiqh.
5.
Damsyik (syam).
Setelah syam (siria) menjadi bagiannegara islam dan penduduknya banyak beragama
islam. Maka khalifah umar mengirim tiga orang guru ke negara itu
6.
Mesir.
Sahabat yang mula-mula mendirikan madrasah dan menjadi guru di Mesir adalah
Abdullah bin Ash, ia adalah seorang ahli hadits.
B. Pola Pendidikan Islam Pada Masa Dinasti Umayyah
Pendiri
dinasti Umayyah adalah Muawiyah bin Abu Sufyan ibn Harb ibn Umayyah. Ibunya
adalah Hindun binti Utbah. Dinasti umayyah berkuasa selama 91 tahun (41-132
hijriah atau 661-750 masehi). Dengan 14 orang khalifah yang di mulai umayyah
ibn Abu Sufyan dan di akhiri Marwan ibn Muhammad yang ada pada tabel di halaman
berikutnya.
Pada
awalnya pemerintahan Dinasti bani Umayyah bersifat demokrasi lalu berubah
menjadi Feodal atau kerajaan. Pusat pemerintahannya bertempat di kota damaskus.
Hal ini dimaksudkan agar lebih mudah dalam memerintah, karen muawiyyah sudah
begitu lama memegang kekuasaan di wilayah tersebut serta ekspansi teritorial
sudah begitu luas. Sebenarnya pemerintahan dari keturunan Abu Sufyan hanya
sampai pada Muawiyyah II kemudian di lanjutkan oleh keturunan Ali.
1. Kemajuan yang di capai
Berbagai
kemajuan telah di peroleh pada dinasti ini. Dalam bidang Administrasi misalnya,
telah telah terbentuk berbagaia lembaga administrasi pemerintah yang mendukung
tampuk pimpinan dinasti umayyah. Banyak terjadi kebijaksanaan yang dilakukan
pada masa itu,di antaranya, yaitu :
Umayyah
Shakh
(Abu Sufyan ) “Affan Al
Hakam
(1) Muawiyyah Utsman (4)
Marwan
(2) Yazid (5)
Abd. Malik ‘Abd. Aziz Muhammad
(3) Muawiyyah Ats Tsani (8)
Umar (14) Marwan
(6) Al Walid (7) Sulaiman (9)
Yazid (10) Hasyim
(12)Yazid Ats Tsani (13) Ibrahim (11) Al walid ats Tsani
1.
Pemisahan
kekuasaan. Terjadi antara kekuasaan agama dan kekuasaan politik.
2.
Pembagian
wilayah. Wilayah kekuasaan terbagi dalam 10 (sepuluh) provinsi, yaitu : Syiria
dan Palestina, Kuffah dan Irak, Basrah, Persia, Sijistan, Khurasan, Bahrain,
Oman, Najd dan Yamamah, Arenia, Hijaz, Karman dan India, Egypt (Mesir),
Ifriqiyah (Afrika Utara), Yaman dan Arab Selatan, serta Andalusia.
3.
Bidang
administrasi pemerintahan. Organisasi tata usaha negara terpecah ke dalam
bentuk dewan. Departemen pajak dinamakan dngan Dewan al kharaj, departemen
dinamakan dengan dewan Rasail, departemen yang menangani berbagai kepentingan
umum dinamakan dengan dewan Musghilat, departemen negara dinamakan dengan dewan
Al khatim.
4.
Organisai
keuangan. Masih terpusat pada baitul maal yang asetnya diperoleh dari pajak
tanah, perorangan bagi non muslim. Percetakan uang dilakukan pada masa khalifah
Abdul Malik ibn Marwan.
5.
Organisasi
ketentaraan. Umunya orang Arab atau keturunan Arab yang boleh menjadi tentara.
6.
Organisasi
kehakiman.
7.
Bidang sosial
dan budaya.
8.
Bidang seni dan
sastra. Pada masa khlaifah Walid ibn Malik terjadi keseragaman bahasa, semua
bahasa daerah terutama dalam bidang administrasi di seragamkan dengan
menggunakan bahasa arab.
9.
Bidang seni
rupa. Yang berkembang hanya seni ukir dan pahat, terlihat pada kaligrafi (khat
arab) sebagai motifnya.
10.
Bidang
arsitektur. Terlihat kubah al sakhra di baitul maqdis, yaitu kubah batu
yangdidirikan pada masa khalifah Abdul Malik ibn Marwan pada tahun 691 M.
Di samping melakukan ekspansi teritorial,
pemerintahan Dinasti Umayyah juga menaruh perhatian dalam bidang pendidikan.
Memberikan dorongan yang kuat terhadap dunia pendidikan dengan penyediaan
sarana dan prasarana. Hal ini dilakukan agar para ilmuwan, para seniman, dan
para ulama mau melakukan pengembangan bidang ilmu yang dikuasainya serta mampu
melakukan kaderisasi ilmu. Di antara ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa
ini adalah :
1. Ilmu
agama, seperti : al qur’an, hadits, dan fiqh. Proses pembukuan hadits terjadi
pada masa khalifah Umar ibn Abdul Aziz (99-10 H) sejak saat itulah hadits
mengalami perkembangan pesat.
2. Ilmu
sejarah dan geografi, yaitu segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup,
kisah, dan riwayat. Ubaid ibn Syariyah Al Jurhumi berhasil menulis berbagai peristiwa
sejarah.
3. Ilmu
pengetahuan bidang bahasa, yaitu segala ilmu yang mempelajari bahaasa nahwu,
sharaf, dan lain-lain.
4. Bidang
filsafat, yaitu segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing,
seperti ilmu mantik, kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu yang berhubungan
dengan itu, serta ilmu kedokteran.
Khalifah al Walid mendirikan sekolah kedokteran, ia
melarang para penderita kusta di jalanan, bahkan khalifah menyediakan dana
khusus bagi penderita kusta. Pada masa ini sudah ada jaminan sosial bagi
anak-anak yatim dan anak terlantar.
Demikian berbagai perkembangan ilmu pengetahuan yang
terjadi pada dinasti umayyah. Kekuasaan Dinasti Umayyah mengalami kehancuran
pada masa kepemimpinan khalifah Walid ibn Yazid karena terjadinya peperangan
yang di lakukan oleh bani Abbas yang terjadi pada tahun 132 hijriah atau 750
masehi.
2.
Pola
Pendidikan Dan Pusat Pendidikan
Periode dinasti Umayyah merupakan masa inkubasi.
Pada masa ini peletakan dasar-dasar dari kemajuan pendidikan di munculkan.
Intelektual muslim berkembang pada masa ini.
Pada masa dinasti Umayyah pola pendidikan bersifat
desentralisasi, tidak memiliki tingkatan dan standar umur. Kajian keilmuwan
yang ada pada periode ini berpusat di Damaskus, Kuffah, Mekkah, Madinah, Mesir,
Cordova dan berbagai kota lainnya. Di antara ilmu-ilmu yang dikembangkannya,
yaitu : kedokteran, filsafat, astronomi atau perbintangan, ilmu pasti, sastra,
seni, baik itu seni bangunan, seni rupa, maupun seni suara.
Dalam memberikan pelajaran dengan sistem kuttab pada
masa khulfaur rasyidin gurnya tidak di bayar, akan tetapi pada masa dinasti
Umayyah lain lagi ceritanya. Adapun materi yang diajarkan adalah baca tulis
yang secara umum di ambil dari syair atau sastra arab.
Adapun
bentuk pendidikanpada dinasti Umayah diantaranya :
1. Pendidikan
istana. Pendidikan tidak hanya pengajaran tingkat rendah, tetapi lanjut pada
pengajaran tingkat tinggi sebagaimana halaqoh, massjid, dan madrasah. Guru
istana dinamakan muaddib. Tujuan pendidikan istana bukan saja mengajarkan ilmu
pengetahuan bahkan muaddib harus mendidik kecerdasan, hati dan jasmani anak.
Adapun rencana
pembelajran di istana sebagai berikut :
A. Al
Qur’an (kitabullah)
B. Hadits-hadits
yang termulia
C. Syair-syair
yang terhormat
D. Riwayat
hukama
E. Menulis,
membaca, dan lain-lain.
2. Nasihat
pembesar kepada muaddib. Sebagaimana pembesar Hisyam ibn Abdul Mlik kepada guru
anaknya Sulaiman al Kalby :
“ sesungguhnya anakku
ini adalah cahaya mataku. Aku serahkan kepada engkau untuk memberi adab
kepadanya. Maka, tugas engkau adalha bertaqwa kepada allah dan menunaikan
amanah. Wasiatku yang pertama supaya engkau ajarkan kepadanya kitabullah.
Kemudian engkau riwayatkan kepadanya syair-syair yang terbaik. Sesudah itu
engkau ajarkan riwayat kaum arab dan syair mereka yang baik. Perlihatkan
kepadanya sebagian yang halal dan yang haram serta pidato-pidato dan riwayat peperangan”.
3. Badiah.
Dengan adanya Arabisasi oleh khalifah Abdul Malik ibn marwan, maka muncullah
istilah badiah, yaitu dusun badui di padang sahara yang masih fasih bahasa
Arabnya dan murni sesuai dengan kaidah bahasa arab itu. Sehingga banyak
khalifah yang mengirim anaknya ke badiah untuk belajar bahasa arab.
4. Perpustakaan.
Al hakam ibn Nasir mendirikan perpustakaan yang besar di Qurtubah (qordova).
5. Bamaristan
( rumah Sakit Tempat Berobat) dan merawat orang serta tempat studi kedokteran.
Kesimpulan dari uraian di atas, bahwa pola
pendidikan pada masa dinasti Umayyah ini telah berkembang jika dilihat drai
aspek pengajarannya, meskipun sistemnya masih sama seperti pada masa nabi dan
khulafaur rasyidin. Pada masa ini peradaban islam sudah bersifat internasional
yang meliputi tiga benua, yaitu sebagian benua eropa, sebagian Afrika, dan
sebagian besar Asia yang kesemuanya itu dipersatukan dengan bahasa Arab sebagai
bahasa resmi negara.
C. Pola Pendidikan Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyyah
1.
Sejarah
Berdirinya Daulah Abassiyah
Pendiri
daulah Abbasiyyah ialah Abdul Abbas Al Saffah. Berdirinya daulah Abbasiyah
didirikan atas dua strategi,yaitu:pertama,dengan sistem mencari pendukung dan
penyebaran ide secara rahasia,ini sudah berlangsung sejak akhir abad
pertengahan hijriah yang dipusatkan di Al Hamimah.kedua, dengan terang-terangan
dan himbauan di forum-forum resmi untuk mendirikan daulah Abbasiyah berlanjut
dengan peperangan melawan daulah umayyah.
Sistem pemerintahan bani abbasiyah
meniru cara umayyah. Dasar-dasar pemerintahan Abbasiyah diletakan oleh khalifah
ke dua, abu ja’far Al Mansyur. Sistem Abbasiyah yang dijalankan antara lain :
Para khalifah tetap dari turunan Arab murni, kota Baghdad sebagai ibu kota
negara yang menjadi pusat kegiatan politik, ilmu pengetahuan di pandang sebagai
sesuatu yang sangat penting, kebebasan berfikir sebagai HAM diakui penuh, dan
para menteri turunan Persia di beri hak penuh dalam menjalankan pemerintahan.
2. Sistem Politik, pemerintahan dan bentuk negara
A. Sistem Politik
Adapun sistem politik yang dijalankan oleh daulah abbasiyyah
antara lain :
1) Para khalifah tetap dari turunan Arab murni,
sementara para menteri, gubernur, dan pegawai lainnya banyak diangkat dari
golongan mawali turunan Persia.
2) Kota Baghdad sebagai ibu kota negara, yang menjadi
pusat kegiatan politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan dijadikan kota pintu
terbuka, sehingga segala bangsa yang menganut berbagai keyakinan di izinkan
bermukim di dalamnya.
3) Ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang
sangat penting dan mulia.
4) Kebebasan berfikir sebagai hak asasi manusia
sepenuhnya.
5) Para menteri turunan persia diberi hak yang penuh
dalam menjalankan pemerintah, sehingga mereka memegang peranan penting dalam
membina Tamandun Islam.
B.
Sistem
Pemerintahan dan Bentuk Negara
Dasar-dasar Abbasiyah diletakan oleh
khalifah kedua, Abu Ja’far Al mansyur yang dikenal sebagai pembangunan
khalifah. Sistem pemerintahannya di ambil dari nilai-nilai Persia. Para
khalifah Abbasiyyah memperoleh kekuasaan untuk mengatur negara langsung dari
allah bukan dari rakyat, yang berbeda dari sistem kekhalifahn yang dipilih oleh
rakyat.
Kekuasaan mereka yang tertinggi
diletakkan para ulama sehingga pemerintahannya merupakan sistem teokrasi. Khalifah
bukan saja berkuasa di bidang pemerintahan duniawi juga berhak memipin agama
yang berdasarkan pemerintahannya pada agama. Khalifah Abbasiyah juga memakai
gelar imam untuk menunjukkan aspek keagamaannya.
Pemerintahan
Abbasiyah terbagi kepada beberapa periode :
1)
Periode khalifah
Abbasiyah yang pertama Abdul Abbas Al Saffah 132-136 H.
Pada periode ini, tidak
terlalu banyak kemajuan karena masa awal dari pemerintahan dan tampaknya masih
berkonsentrasi padakondisi ke dalam dan pembenahan, dan masih ada beberapa
perlawanan-perlawanan. Pada periode ini Al khalifah merehabilitasi istana yang
berada di Baghdad, namun pada periode kedua dibangun kembali dengan megah.
2) Periode
khalifah Abbasiyah yang kedua Abu Jakfar Abdullah bin Muhammad 136-158 H. Kemajuan
dalam pemerintahan ini adalah merehabilitasi istana dengan megah, seindah-indahnya,
diceritakan dalam buku siapa yang melihat dengan istana itu akan
terheran-heran.
3)
Periode khalifah
Abbasiyah yang ketiga Al Mahdi 158-169 H. Kemajuan-kemajuan pada masa ini ialah
dikeluarkannya para tahanan-tahanan penjara yang dipenjarakan, membangun jalan
untuk menuju ke mekkah, membangun perairan dari sumur-sumur besar unutuk minum
para musafir, merehabilitasi masjidilharam, membuat kantor-kantor pos surat
untuk penduduk mekkah, madinah dan yaman, membuat pagar di sekeliling kota-kota
untuk pertahanan, menjadikan Baghdad sebagai pusat perdagangan internasional, mengganti
kain tutup ka’bah setiap tahun sehingga berlanjut menjadi contohkepada
pemerintah dan khalifah selanjutnya, serta berkembangnya berbagai ilmu pengetahuan
seperti Assyiir, hikmah, adab, dan musik.
4)
Periode khalifah
Abbasiyah yang ke empat Al Hadi 169-170 H. Secara terperinci tidak disebutkan
kemajuan-kemajuan pada masa ini, karena ia melanjutkan kebajikan-kebajikan
khalifah sebelumnya.
5)
Periode khalifah
Abbasiyah yang kelima Harun Ar Rasyid 170-193 H. Kemajuan-kemajuan pada masa
ini ialah Baghdad selain menjadi pusat perdagangan dunia, para alim ulama dan
‘udaba juga telah meluas, mengadakan hubungan politik, puncak gemilangan
kebudayaan islam, pembangunan istana-istana megah dan hasil-hasil bumi,
kekayaan pemerintah hampir mencapai 70 million dinar yang hanya diambil dari
pajak saja.
6)
Periode khalifah
Abbasiyah yang ke enam Al Amin 193-198 H. Pada masa ini tidak banyak
perkembangan, karena pemerintahannya hanya lebih kurang lima tahun dan jauh
berbeda dengan bapaknya Al Rasyid, Al Amin lebih banyak melemahkan
kekuatan-kekuatan yang pernah dirintis oleh bapaknya, baik itu dari segi
keilmuwan maupun pembangunan fisik.
7)
Periode khalifah
Abbasiyah yang ke tujuh Al Makmun 198-218 H. Kemajuan-kemajuan pada masa ini
ialah awal dimunculkannya ilmu filsafat, buku kedokteran.
8)
Periode khalifah
Abbasiyah yang ke delapan Al Mu’tasim 218-227 H. Pada masa ini siapa yang tidak
setuju dengan pemikiran mu’tazirah atau dengan Al qur’an sebagai makhluk, maka
ia di hukum, dicambuk.
9)
Periode khalifah
Abbasiyah yang ke sembilan Al Wasiq 227-232 H. Pada pemerintahan ini, ia lebih
banyak berkonsentrasi pada pembenahan Al Atrak dan memperhatikan para ulama
yang tidak sepaham dengan mazhab Mu’tazilah.
C.
Sistem
Sosial
Pada
masa daulah Abbasiyah terjadi perubahan yang sangat menonjol, diantaranya:
1)
Tampilan
kelompok Mawali khususnya pada pemerintahan Irak, yang menduduki peran dan
posisi penting di pemerintahan.
2)
Menurut janji
Jurzi Zaidah, masyarakat terdiri dari dua kelompok, yaitu :
·
Kelompok khusus,
yaitu : bani Hasyim, pembesar negara, bangsawan yang bukan bani Hasyim.
·
Kelompok umum,
yaitu seniman, ulama, pengusaha, pujangga, dan lain-lain.
3)
Kerajaan Islam
Daulah Abbasiyah tersusun dari beberapa unsur bangsa yang berbeda-beda (bangsa
Mesir, Syam, Jazirah Arab, Irak, Persia, Turki).
4)
Perkawinan
campur dan melahirkan anak dari unsur campur darah.
5)
Terjadinya
pertukaran pendapat, cerita, pikiran sehingga muncul kebudayaan yang baru.
6)
Perbudakan.
BAB
3
PENUTUP
Kesimpulan
Pola Pendidikan Islam Pada Masa khulafaur
rasyidin
Pola pendidikan pada masa Abu Bakar
masih seperti pada masa nabi, baik dari segi materi maupun lembaga pendidikannya.
Dari segi materi pendiidkan Islam dari pendidikan tauhid atau keimanan, akhlak,
ibadah, kesehatan, dan lain sebagainya. Pusat-pusat
pendidikanpada masa khulafaur rasyidin antara lain Mekah, Madinah, Basrah,
Kufah, Damsyik (syam), Mesir.
Pola Pendidikan Islam
Pada Masa Dinasti Umayyah
Pendiri dinasti Umayyah adalah Muawiyah bin Abu
Sufyan ibn Harb ibn Umayyah. Ibunya adalah Hindun binti Utbah. Berbagai
kemajuan telah di peroleh pada dinasti ini. Dalam bidang Administrasi misalnya,
telah telah terbentuk berbagaia lembaga administrasi pemerintah yang mendukung
tampuk pimpinan dinasti umayyah. Di antara ilmu pengetahuan yang berkembang
pada masa ini adalah Ilmu agama, Ilmu sejarah dan geografi, Ilmu pengetahuan
bidang bahasa dan Bidang filsafat.
Pola Pendidikan Islam
Pada Masa Dinasti Abbasiyyah
Pendiri
daulah Abbasiyyah ialah Abdul Abbas Al Saffah. Berdirinya daulah Abbasiyah
didirikan atas dua strategi,yaitu:pertama,dengan sistem mencari pendukung dan
penyebaran ide secara rahasia. Kedua, dengan terang-terangan dan himbauan di
forum-forum resmi.
Sistem pemerintahan bani abbasiyah
meniru cara umayyah. Sistem Abbasiyah yang dijalankan antara lain : Para
khalifah tetap dari turunan Arab murni, kota Baghdad sebagai ibu kota negara
yang menjadi pusat kegiatan politik, ilmu pengetahuan di pandang sebagai
sesuatu yang sangat penting, kebebasan berfikir sebagai HAM diakui penuh, dan
para menteri turunan Persia di beri hak penuh dalam menjalankan pemerintahan.
DAFTAR
PUSTAKA
Nizar, Samsul. 2007. Sejarah Pendidikan
Islam. Jakarta : PT Fajar Interpratama Mandiri