Recent Posts Box 2

Cari Blog Ini

Translate

Social

More Links

Popular Posts

makalah maharatul kalam bahasa arab

Site Links

Blogroll

REVIEW BOOK Sejarah Pendidikan islam karya samsul Nizar



BAB 1
PENDAHULUAN

Pendidikan islam merupakan suatu hal yang utama bagi warga suatu negara, karena maju dan keterbelakngan suatu negara akan ditentukan oleh tinggi dan rendahnya tingkat pendidikan warga negaranya. Salahsatu pendidikan yang mengacu pembangunan tersebut, yaitu pendidikan agama adalah modal dasra yang merupakan tenaga penggerak yang tidak ternilai harganya bagi pengisian aspirasi bangsa, karena dengan terselenggaranya pendidikan agama secara baik akan membawa dampak terhadap pemahaman dan pengamalan ajaran agama.
Proses kependidikan merupakan rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia dan kemampuan belajar yang dilandasi oleh nilai-nilai islami. Berbicara masalah sejarah pendidikan islam, cabangb ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam sejak zaman Nabi Muhammad Saw sampai sekarang. Pendidikan Islam mulai dilaksanakan Rasulullah setelah mendapat perintah dari allah melalui firmannya QS.74:1-7.
Pada masa nabi, negara islam meliputi seluruh jazirah Arab dan pendidikan islam berpusat di Madinah, setelahb Rasulullah wafat kekuasaan pemerintahan islam di pegang oleh KhulafaurRasyidin, di lanjut oleh Dinasti Umayyah dan Dinastin Abbasiyyah. Para khalifah ini memusatkan perhatiannya kepada pendidikan, syiarnya gama, dan kokohnya agama islam,
A.      Latar Belakang
Berbagai macam dan jenis pola pendidikan islam yang ada sejak zaman Nabi Muhammad Saw sampai sekarang, menjadi wujud eksistensi betapa pesatnya pertumbuhan dan perkembangan ilmu islam di mata dunia.
Berikut ini kami akan menguraikan bagaimana pola pendidikan yang diterapkan pada masa itu, sehingga dapat dijadikan perbandingan terhadap proses pendidikan pada masa sekarang.


B. Rumusan Masalah 
1.    Bagaimana pola pendidikan Islam pada periode Khulafaur Rasyidin ?
2.    Bagaimana pola pendidikan Islam pada periode Dinasi Umayyah?
3.    Bagaimana pola pendidikan Islam pada periode Dinasti Abasiyyah?
                                                                                                                                      
C.  Tujuan Dan Fungsi
Tujuan pembuatan makalah Sejarah Pendidikan Islam dengan tema Pola Pendidikan Pada Periode Khulafaur Rasyidin, dinasti umayyah, dan dinasti Abbasiyah ini, bertujuan untuk:
a)      Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan keilmuan.
b)      Agar lebih memahami berbagai pola pendidikan islam pada zaman setelah wafatnya nabi.
c)      Mengambil manfaat dari mempelajari ilmu tersebut.

D.  Metode Penulisan
Penulis menggunakan metode kepustakaan. Dalam metode studi pustaka penulis mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan judul atau materi yang akan di presentasikan, selanjutnya dirangkum, agar lebih mudah untuk dipahami.






BAB 2
PEMBAHASAN

A.  Pola Pendidikan Islam Pada Masa Kepemimpinan Khulafaur Rasyidin
a.    Masa Khalifah Abu Bakar As Shidiq (632-634)
               Setelah nabi wafat, sebagai pemimpin umat islam adalah Abu Bakar as shidiq sebagai khalifah. Khalifah adalah pemimpin yang di angkatsetelah nabi wafat untuk menggantikan nabi dan melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin agama dan pemerintahan.[1]
               Pola pendidikan pada masa Abu Bakar masih seperti pada masa nabi, baik dari segi materi maupun lembaga pendidikannya. Dari segi materi pendiidkan Islam dari pendidikan tauhid atau keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan, dan lain sebagainya.
a)         Pendidikan keimanan, yaitu menanamkan bahwa satu-satunya yang wajib disembah adalah allah.
b)        Pendidikan akhlak, seperti adab masuk rumah ornag, sopan santun bertetangga, bergaul dalam masyarakat, dan lain sebagainya. Pendidikan ibdah seperti pelaksanaan shalat puasa dan haji.
c)         Kesehatan seperti tentang kebersihan, gerak gerik dalam shalat merupakan didikan umtuk memperkut jasmani dan rohani.[2]
            Menurut Ahmad Syalabi, lembaga untuk membaca menulis ini disebut kuttab[3]. Kuttab merupakan lembaga pendidikan yang dibentuk setelah masjid, selanjutnya Asama Hasan Fahmi mengatakan bahwa kuttab didirikan oleh orang-orang Arab pada masa Abu Bakar.
            Lembaga pendidikan Islam adalah masjid, masjid dijadikan sebagai benteng pertahanan rohani, tempat pertemuan dan lembaga pendidikan islam, sebagai tempat shalat berjama’ah, membaca al qur’an dan lain sebagainya.


b.   Masa Khalifah Umar Bin Khatab (13-23 H : 634-644 M)
            Setelah masa kepemimpinan Abu Bakar  akan berakhir, beliau menunjuk penggantinya yaitu umar Bin khatab, yang tujuannya dalah untuk mencegah supaya tidak terjadi perselisihan dan perpecahan dikalangan umat islam.
            Berkaitan dengan masalah pendidikan ini, khalifah Umar Bin Khatab merupakan seorang pendidik yang melakukan penyuluhan pendidikan di kota Madinah, beliau juga menerapkam pendidikan di masjid-masjid dan pasar-pasar serta mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk tiap-tiap daerah yang ditaklukan itu, mereka bertugas mengajarkan isi al qur’an dan ajran islam lainnya, seperti fiqih kepada penduduk yang baru masuk islam.
            Metode pengajaran yang dilakukan pada masa ini adalah guru duduk di halaman masjid sedangkan murid melingkarinya.[4] Pada masa khalifah umar bin khatab, pada pelajaran yang diberikan adalah membaca dan menulis al qur’an dan menghafalnya serta belajar pokok-pokok agama islam.
            Pendidikan pada masa ini lebih maju di bandingkan dengan sebelumnya. Antara lain, kemajuan-kemajuan yang telah di capai :
a.    Pada masa ini tuntunan untuk belajar bahasa arab juga sudah mulai tampak, orang yang baru masuk islam dari daerah yang ditaklukan harus belajar bahasa arab, jika ingin belajar dan memahami pengetahuan islam.[5]
b.    Di tetapkan nya masjid sebagai pusat pendidikan.
c.    Terbentuknya pusat-pusat pendidikan islam di ibu kota dengan materi yang dikembangkan, baik dari segi ilmu bahasa, menulis, dan pokok ilmu-ilmu lainnya.
            Pendidikan dikelola dibawah pengaturan gubernur yang berkuasa saat itu, serta di iringi kemajuan di berbagai bidang seperti jawatan pos, kepolisian, baitul mal, dan sebagainya. Adapun sumber gaji para pendiidk pada waktu itu di ambilkan dari daerah yang di taklukan, dan dari baitul mal.
c.    Masa Khalifah Utsman Bin Affan (23-35 H : 644-656 M )
            Pada masa khalifah usman bin affan, pelaksanaan pendidikan islam tidak jauh berbedadengan masa sebelumnya. Pendidikan di masa ini hanya melanjutkan apa yang telah ada namun hanya sedikit terjadi perubahan yang mewarnai pendidikan islam.
            Para sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan Rasulullah yang tidak diperbolehkan meninggalkan Madinah di masa khalifah Umar, diberikan kelonggaran untuk keluar dan menetap di daerah- daerah yang mereka sukai.kebijakan ini sangat besar pengaruhnya bagi pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah.
            Proses pelaksanaan pola pendidikan pada masa usman ini lebih ringan dan lebih mudah di jangkau oleh seluruh peserta didik yang ingin menuntut dan belajar islam dan dari segi pusat pendidikan juga lebih banyak, sebab pada masa ini para sahabat bisa memilih tempat yang mereka inginkan untuk memberikan pendiidikan kepada masyarakat.
            Tugas mendidik dan mengajar umat pada masa Utsman Bin Affan di serahkan pada umat itu sendiri, artinya pemerintah tidak mengangkat guru-guru, dengan demikian, para pendidik sendiri melaksanakan tugasnya hanya dengan mengharapkan keridhoan allah.

d.   Masa Khalifah Ali Bin Abi Thalib (35-40 H : 656-661 M)
            Ali Bin Abi thalib adalah khalifah yang ke empat setelah UtsmanBin Affan. Pada pemerintahannya sudah diguncang peperangan dengan Aisyah (istri nabi) beserta Thalhah dan Abdullah Bin Jubair karena kesalah fahaman dalam menyikapi pembunuhan terhadap utsman. Peprangan diantara mereka di sebut perang jamal (unta) karena Aisyah menggunakan kendaraan unta. Setelah berhasil mengatasi pemberontakan Aisyah, muncul pemberontakan lain, sehingga masa kekuasaan khalifah Ali tidak pernah mendapatkan ketenangan dan kedamaian.[6]
            Pada kesimpulannya, bahwa pada masa Ali telah terjadi kekacauan dan pemberontakan, sehingga di masa ia berkuasa pemerintahannya tidal stabil dengan kericuhan politik padaa masa Ali berkuasa, kegiatan pendidikan islam dapat hambatan dan gangguan. Pada masa itu, ali tidak sempat lagi memikirkan masalah pendidikan sebab keseluruhan perhatiannya ditumpahkan pada masalah keamanan dan kedamaian bagi masyarakat islam.
            Dengan demikian pola pendidikan pada masa khulafaur rasyidin tidak jauh berbeda dengan masab Nabi yang menekan pada pengajaran baca tulis dan ajaran-ajaran islam yang bersumber pada al qur’an dan hadits Nabi.

PUSAT-PUSAT PENDIDIKAN PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN
            Pusat-pusat pendidikanpada masa khulafaur rasyidin antara lain  :
1.      Mekah. Guru pertama di mekkahadalah Mu’az Bin Jabal yang mengajarkan al qur’an dan fiqh.
2.      Madinah. Sahabat yang terkenal antara lain : Abu Bakar, Utsman Bin Affan, Ali Bin Abi Thalib, dan sahabat-sahabat lainnya.
3.      Basrah. Sahabat yang termasyhur antara lain : Abu Musa Al asy’ari, dia adalah seorang ahli fiqh dan alqur’an.
4.      Kufah. Sahabat-sahabat yang termasyhur di sini adalah Ali Bin Abi Thalib, dan Abdullah Bin Mas’ud. Abdullah Bin Mas’ud mengajarkan alqur’an, ia adalah ahli tafsir, hadits, dan fiqh.
5.      Damsyik (syam). Setelah syam (siria) menjadi bagiannegara islam dan penduduknya banyak beragama islam. Maka khalifah umar mengirim tiga orang guru ke negara itu
6.      Mesir. Sahabat yang mula-mula mendirikan madrasah dan menjadi guru di Mesir adalah Abdullah bin Ash, ia adalah seorang ahli hadits.
           
B.       Pola Pendidikan Islam Pada Masa Dinasti Umayyah

Pendiri dinasti Umayyah adalah Muawiyah bin Abu Sufyan ibn Harb ibn Umayyah. Ibunya adalah Hindun binti Utbah. Dinasti umayyah berkuasa selama 91 tahun (41-132 hijriah atau 661-750 masehi). Dengan 14 orang khalifah yang di mulai umayyah ibn Abu Sufyan dan di akhiri Marwan ibn Muhammad yang ada pada tabel di halaman berikutnya.
Pada awalnya pemerintahan Dinasti bani Umayyah bersifat demokrasi lalu berubah menjadi Feodal atau kerajaan. Pusat pemerintahannya bertempat di kota damaskus. Hal ini dimaksudkan agar lebih mudah dalam memerintah, karen muawiyyah sudah begitu lama memegang kekuasaan di wilayah tersebut serta ekspansi teritorial sudah begitu luas. Sebenarnya pemerintahan dari keturunan Abu Sufyan hanya sampai pada Muawiyyah II kemudian di lanjutkan oleh keturunan Ali.




1.      Kemajuan yang di capai
Berbagai kemajuan telah di peroleh pada dinasti ini. Dalam bidang Administrasi misalnya, telah telah terbentuk berbagaia lembaga administrasi pemerintah yang mendukung tampuk pimpinan dinasti umayyah. Banyak terjadi kebijaksanaan yang dilakukan pada masa itu,di antaranya, yaitu :

                                    Umayyah


 


      Harb                                                         Abu ‘Ash
                                 

            Shakh (Abu Sufyan )                                “Affan                            Al Hakam
                                                                           
                                                           
(1)   Muawiyyah                              Utsman                           (4) Marwan
                                                                                                                                               
(2)   Yazid                    (5) Abd. Malik          ‘Abd. Aziz       Muhammad
     


(3)   Muawiyyah Ats Tsani                             (8) Umar         (14) Marwan
  

(6) Al Walid                           (7) Sulaiman       (9) Yazid          (10) Hasyim









 


           (12)Yazid Ats Tsani             (13) Ibrahim           (11) Al walid ats Tsani

1.    Pemisahan kekuasaan. Terjadi antara kekuasaan agama dan kekuasaan politik.
2.    Pembagian wilayah. Wilayah kekuasaan terbagi dalam 10 (sepuluh) provinsi, yaitu : Syiria dan Palestina, Kuffah dan Irak, Basrah, Persia, Sijistan, Khurasan, Bahrain, Oman, Najd dan Yamamah, Arenia, Hijaz, Karman dan India, Egypt (Mesir), Ifriqiyah (Afrika Utara), Yaman dan Arab Selatan, serta Andalusia.
3.    Bidang administrasi pemerintahan. Organisasi tata usaha negara terpecah ke dalam bentuk dewan. Departemen pajak dinamakan dngan Dewan al kharaj, departemen dinamakan dengan dewan Rasail, departemen yang menangani berbagai kepentingan umum dinamakan dengan dewan Musghilat, departemen negara dinamakan dengan dewan Al khatim.
4.    Organisai keuangan. Masih terpusat pada baitul maal yang asetnya diperoleh dari pajak tanah, perorangan bagi non muslim. Percetakan uang dilakukan pada masa khalifah Abdul Malik ibn Marwan.
5.    Organisasi ketentaraan. Umunya orang Arab atau keturunan Arab yang boleh menjadi tentara.
6.    Organisasi kehakiman.
7.    Bidang sosial dan budaya.
8.    Bidang seni dan sastra. Pada masa khlaifah Walid ibn Malik terjadi keseragaman bahasa, semua bahasa daerah terutama dalam bidang administrasi di seragamkan dengan menggunakan bahasa arab.
9.    Bidang seni rupa. Yang berkembang hanya seni ukir dan pahat, terlihat pada kaligrafi (khat arab) sebagai motifnya.
10.  Bidang arsitektur. Terlihat kubah al sakhra di baitul maqdis, yaitu kubah batu yangdidirikan pada masa khalifah Abdul Malik ibn Marwan pada tahun 691 M.[7]
Di samping melakukan ekspansi teritorial, pemerintahan Dinasti Umayyah juga menaruh perhatian dalam bidang pendidikan. Memberikan dorongan yang kuat terhadap dunia pendidikan dengan penyediaan sarana dan prasarana. Hal ini dilakukan agar para ilmuwan, para seniman, dan para ulama mau melakukan pengembangan bidang ilmu yang dikuasainya serta mampu melakukan kaderisasi ilmu. Di antara ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa ini adalah :
1.      Ilmu agama, seperti : al qur’an, hadits, dan fiqh. Proses pembukuan hadits terjadi pada masa khalifah Umar ibn Abdul Aziz (99-10 H) sejak saat itulah hadits mengalami perkembangan pesat.
2.      Ilmu sejarah dan geografi, yaitu segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat. Ubaid ibn Syariyah Al Jurhumi berhasil menulis berbagai peristiwa sejarah.
3.      Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segala ilmu yang mempelajari bahaasa nahwu, sharaf, dan lain-lain.
4.      Bidang filsafat, yaitu segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing, seperti ilmu mantik, kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu yang berhubungan dengan itu, serta ilmu kedokteran.[8]
Khalifah al Walid mendirikan sekolah kedokteran, ia melarang para penderita kusta di jalanan, bahkan khalifah menyediakan dana khusus bagi penderita kusta. Pada masa ini sudah ada jaminan sosial bagi anak-anak yatim dan anak terlantar.
Demikian berbagai perkembangan ilmu pengetahuan yang terjadi pada dinasti umayyah. Kekuasaan Dinasti Umayyah mengalami kehancuran pada masa kepemimpinan khalifah Walid ibn Yazid karena terjadinya peperangan yang di lakukan oleh bani Abbas yang terjadi pada tahun 132 hijriah atau 750 masehi.

2.         Pola Pendidikan Dan Pusat Pendidikan
Periode dinasti Umayyah merupakan masa inkubasi. Pada masa ini peletakan dasar-dasar dari kemajuan pendidikan di munculkan. Intelektual muslim berkembang pada masa ini.
Pada masa dinasti Umayyah pola pendidikan bersifat desentralisasi, tidak memiliki tingkatan dan standar umur. Kajian keilmuwan yang ada pada periode ini berpusat di Damaskus, Kuffah, Mekkah, Madinah, Mesir, Cordova dan berbagai kota lainnya. Di antara ilmu-ilmu yang dikembangkannya, yaitu : kedokteran, filsafat, astronomi atau perbintangan, ilmu pasti, sastra, seni, baik itu seni bangunan, seni rupa, maupun seni suara.
Dalam memberikan pelajaran dengan sistem kuttab pada masa khulfaur rasyidin gurnya tidak di bayar, akan tetapi pada masa dinasti Umayyah lain lagi ceritanya. Adapun materi yang diajarkan adalah baca tulis yang secara umum di ambil dari syair atau sastra arab.
Adapun bentuk pendidikanpada dinasti Umayah diantaranya :
1.      Pendidikan istana. Pendidikan tidak hanya pengajaran tingkat rendah, tetapi lanjut pada pengajaran tingkat tinggi sebagaimana halaqoh, massjid, dan madrasah. Guru istana dinamakan muaddib. Tujuan pendidikan istana bukan saja mengajarkan ilmu pengetahuan bahkan muaddib harus mendidik kecerdasan, hati dan jasmani anak.
Adapun rencana pembelajran di istana sebagai berikut :
A.    Al Qur’an (kitabullah)
B.     Hadits-hadits yang termulia
C.     Syair-syair yang terhormat
D.    Riwayat hukama
E.     Menulis, membaca, dan lain-lain.
2.      Nasihat pembesar kepada muaddib. Sebagaimana pembesar Hisyam ibn Abdul Mlik kepada guru anaknya Sulaiman al Kalby :
“ sesungguhnya anakku ini adalah cahaya mataku. Aku serahkan kepada engkau untuk memberi adab kepadanya. Maka, tugas engkau adalha bertaqwa kepada allah dan menunaikan amanah. Wasiatku yang pertama supaya engkau ajarkan kepadanya kitabullah. Kemudian engkau riwayatkan kepadanya syair-syair yang terbaik. Sesudah itu engkau ajarkan riwayat kaum arab dan syair mereka yang baik. Perlihatkan kepadanya sebagian yang halal dan yang haram serta pidato-pidato dan  riwayat peperangan”.
3.      Badiah. Dengan adanya Arabisasi oleh khalifah Abdul Malik ibn marwan, maka muncullah istilah badiah, yaitu dusun badui di padang sahara yang masih fasih bahasa Arabnya dan murni sesuai dengan kaidah bahasa arab itu. Sehingga banyak khalifah yang mengirim anaknya ke badiah untuk belajar bahasa arab.
4.      Perpustakaan. Al hakam ibn Nasir mendirikan perpustakaan yang besar di Qurtubah (qordova).
5.      Bamaristan ( rumah Sakit Tempat Berobat) dan merawat orang serta tempat studi kedokteran.
Kesimpulan dari uraian di atas, bahwa pola pendidikan pada masa dinasti Umayyah ini telah berkembang jika dilihat drai aspek pengajarannya, meskipun sistemnya masih sama seperti pada masa nabi dan khulafaur rasyidin. Pada masa ini peradaban islam sudah bersifat internasional yang meliputi tiga benua, yaitu sebagian benua eropa, sebagian Afrika, dan sebagian besar Asia yang kesemuanya itu dipersatukan dengan bahasa Arab sebagai bahasa resmi negara.




C.      Pola Pendidikan Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyyah
1.    Sejarah Berdirinya Daulah Abassiyah
             Pendiri daulah Abbasiyyah ialah Abdul Abbas Al Saffah. Berdirinya daulah Abbasiyah didirikan atas dua strategi,yaitu:pertama,dengan sistem mencari pendukung dan penyebaran ide secara rahasia,ini sudah berlangsung sejak akhir abad pertengahan hijriah yang dipusatkan di Al Hamimah.kedua, dengan terang-terangan dan himbauan di forum-forum resmi untuk mendirikan daulah Abbasiyah berlanjut dengan peperangan melawan daulah umayyah.
            Sistem pemerintahan bani abbasiyah meniru cara umayyah. Dasar-dasar pemerintahan Abbasiyah diletakan oleh khalifah ke dua, abu ja’far Al Mansyur. Sistem Abbasiyah yang dijalankan antara lain : Para khalifah tetap dari turunan Arab murni, kota Baghdad sebagai ibu kota negara yang menjadi pusat kegiatan politik, ilmu pengetahuan di pandang sebagai sesuatu yang sangat penting, kebebasan berfikir sebagai HAM diakui penuh, dan para menteri turunan Persia di beri hak penuh dalam menjalankan pemerintahan.

2.    Sistem Politik, pemerintahan dan bentuk negara
A.  Sistem Politik
     Adapun sistem politik yang dijalankan oleh daulah abbasiyyah antara lain :
1)   Para khalifah tetap dari turunan Arab murni, sementara para menteri, gubernur, dan pegawai lainnya banyak diangkat dari golongan mawali turunan Persia.
2)   Kota Baghdad sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan dijadikan kota pintu terbuka, sehingga segala bangsa yang menganut berbagai keyakinan di izinkan bermukim di dalamnya.
3)   Ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting dan mulia.
4)   Kebebasan berfikir sebagai hak asasi manusia sepenuhnya.
5)   Para menteri turunan persia diberi hak yang penuh dalam menjalankan pemerintah, sehingga mereka memegang peranan penting dalam membina Tamandun Islam.[9]


B.  Sistem Pemerintahan dan Bentuk Negara
        Dasar-dasar Abbasiyah diletakan oleh khalifah kedua, Abu Ja’far Al mansyur yang dikenal sebagai pembangunan khalifah. Sistem pemerintahannya di ambil dari nilai-nilai Persia. Para khalifah Abbasiyyah memperoleh kekuasaan untuk mengatur negara langsung dari allah bukan dari rakyat, yang berbeda dari sistem kekhalifahn yang dipilih oleh rakyat.
        Kekuasaan mereka yang tertinggi diletakkan para ulama sehingga pemerintahannya merupakan sistem teokrasi. Khalifah bukan saja berkuasa di bidang pemerintahan duniawi juga berhak memipin agama yang berdasarkan pemerintahannya pada agama. Khalifah Abbasiyah juga memakai gelar imam untuk menunjukkan aspek keagamaannya.
     Pemerintahan Abbasiyah terbagi kepada beberapa periode :
1)                            Periode khalifah Abbasiyah yang pertama Abdul Abbas Al Saffah 132-136 H.
Pada periode ini, tidak terlalu banyak kemajuan karena masa awal dari pemerintahan dan tampaknya masih berkonsentrasi padakondisi ke dalam dan pembenahan, dan masih ada beberapa perlawanan-perlawanan. Pada periode ini Al khalifah merehabilitasi istana yang berada di Baghdad, namun pada periode kedua dibangun kembali dengan megah.
2)      Periode khalifah Abbasiyah yang kedua Abu Jakfar Abdullah bin Muhammad 136-158 H. Kemajuan dalam pemerintahan ini adalah merehabilitasi istana dengan megah, seindah-indahnya, diceritakan dalam buku siapa yang melihat dengan istana itu akan terheran-heran.[10]
3)   Periode khalifah Abbasiyah yang ketiga Al Mahdi 158-169 H. Kemajuan-kemajuan pada masa ini ialah dikeluarkannya para tahanan-tahanan penjara yang dipenjarakan, membangun jalan untuk menuju ke mekkah, membangun perairan dari sumur-sumur besar unutuk minum para musafir, merehabilitasi masjidilharam, membuat kantor-kantor pos surat untuk penduduk mekkah, madinah dan yaman, membuat pagar di sekeliling kota-kota untuk pertahanan, menjadikan Baghdad sebagai pusat perdagangan internasional, mengganti kain tutup ka’bah setiap tahun sehingga berlanjut menjadi contohkepada pemerintah dan khalifah selanjutnya, serta berkembangnya berbagai ilmu pengetahuan seperti Assyiir, hikmah, adab, dan musik.
4)   Periode khalifah Abbasiyah yang ke empat Al Hadi 169-170 H. Secara terperinci tidak disebutkan kemajuan-kemajuan pada masa ini, karena ia melanjutkan kebajikan-kebajikan khalifah sebelumnya.
5)   Periode khalifah Abbasiyah yang kelima Harun Ar Rasyid 170-193 H. Kemajuan-kemajuan pada masa ini ialah Baghdad selain menjadi pusat perdagangan dunia, para alim ulama dan ‘udaba juga telah meluas, mengadakan hubungan politik, puncak gemilangan kebudayaan islam, pembangunan istana-istana megah dan hasil-hasil bumi, kekayaan pemerintah hampir mencapai 70 million dinar yang hanya diambil dari pajak saja.
6)   Periode khalifah Abbasiyah yang ke enam Al Amin 193-198 H. Pada masa ini tidak banyak perkembangan, karena pemerintahannya hanya lebih kurang lima tahun dan jauh berbeda dengan bapaknya Al Rasyid, Al Amin lebih banyak melemahkan kekuatan-kekuatan yang pernah dirintis oleh bapaknya, baik itu dari segi keilmuwan maupun pembangunan fisik.
7)   Periode khalifah Abbasiyah yang ke tujuh Al Makmun 198-218 H. Kemajuan-kemajuan pada masa ini ialah awal dimunculkannya ilmu filsafat, buku kedokteran.
8)   Periode khalifah Abbasiyah yang ke delapan Al Mu’tasim 218-227 H. Pada masa ini siapa yang tidak setuju dengan pemikiran mu’tazirah atau dengan Al qur’an sebagai makhluk, maka ia di hukum, dicambuk.
9)   Periode khalifah Abbasiyah yang ke sembilan Al Wasiq 227-232 H. Pada pemerintahan ini, ia lebih banyak berkonsentrasi pada pembenahan Al Atrak dan memperhatikan para ulama yang tidak sepaham dengan mazhab Mu’tazilah.
C.  Sistem Sosial
Pada masa daulah Abbasiyah terjadi perubahan yang sangat menonjol, diantaranya:
1)        Tampilan kelompok Mawali khususnya pada pemerintahan Irak, yang menduduki peran dan posisi penting di pemerintahan.
2)        Menurut janji Jurzi Zaidah, masyarakat terdiri dari dua kelompok, yaitu :
·      Kelompok khusus, yaitu : bani Hasyim, pembesar negara, bangsawan yang bukan bani Hasyim.
·      Kelompok umum, yaitu seniman, ulama, pengusaha, pujangga, dan lain-lain.
3)        Kerajaan Islam Daulah Abbasiyah tersusun dari beberapa unsur bangsa yang berbeda-beda (bangsa Mesir, Syam, Jazirah Arab, Irak, Persia, Turki).
4)        Perkawinan campur dan melahirkan anak dari unsur campur darah.
5)        Terjadinya pertukaran pendapat, cerita, pikiran sehingga muncul kebudayaan yang baru.
6)        Perbudakan.






















BAB 3
PENUTUP

      Kesimpulan
Pola Pendidikan Islam Pada Masa khulafaur rasyidin
            Pola pendidikan pada masa Abu Bakar masih seperti pada masa nabi, baik dari segi materi maupun lembaga pendidikannya. Dari segi materi pendiidkan Islam dari pendidikan tauhid atau keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan, dan lain sebagainya.          Pusat-pusat pendidikanpada masa khulafaur rasyidin antara lain Mekah, Madinah, Basrah, Kufah, Damsyik (syam), Mesir.
Pola Pendidikan Islam Pada Masa Dinasti Umayyah
Pendiri dinasti Umayyah adalah Muawiyah bin Abu Sufyan ibn Harb ibn Umayyah. Ibunya adalah Hindun binti Utbah. Berbagai kemajuan telah di peroleh pada dinasti ini. Dalam bidang Administrasi misalnya, telah telah terbentuk berbagaia lembaga administrasi pemerintah yang mendukung tampuk pimpinan dinasti umayyah. Di antara ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa ini adalah Ilmu agama, Ilmu sejarah dan geografi, Ilmu pengetahuan bidang bahasa dan Bidang filsafat.
Pola Pendidikan Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyyah
             Pendiri daulah Abbasiyyah ialah Abdul Abbas Al Saffah. Berdirinya daulah Abbasiyah didirikan atas dua strategi,yaitu:pertama,dengan sistem mencari pendukung dan penyebaran ide secara rahasia. Kedua, dengan terang-terangan dan himbauan di forum-forum resmi.
            Sistem pemerintahan bani abbasiyah meniru cara umayyah. Sistem Abbasiyah yang dijalankan antara lain : Para khalifah tetap dari turunan Arab murni, kota Baghdad sebagai ibu kota negara yang menjadi pusat kegiatan politik, ilmu pengetahuan di pandang sebagai sesuatu yang sangat penting, kebebasan berfikir sebagai HAM diakui penuh, dan para menteri turunan Persia di beri hak penuh dalam menjalankan pemerintahan.




DAFTAR PUSTAKA

Nizar, Samsul. 2007. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : PT Fajar Interpratama Mandiri






[1] Badri Yatim, sejarah peradaban islam, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2011) h. 36
[2] Mahmud Yunus. Sejarah Pendidikan Islam ( Jakarta : Hidakarya Agung. 1989), h. 18
[3] ibid
[4] Karsidjo djosuarno, life of Oemar The Geat, terjemahan (bandung, 1981), h 387
[5] Ibid
[6] Hanum Asrobah, Op, Cit;H. 21
[7] Maidir Harun, firdaus agus, Sejarah Pendidikan Islam, ( padang : IAIN IB Press, 2001), h 82-87
[8] Musyrifah sunanto, sejarah islam klasik perkembangan ilmu pengetahuan islam, ( Jakarta : kencana,2004 ), hal. 41-42
[9] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik : Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, Jakarta : Kencana, 2003. Hlm. 51
[10] Ibid., hlm 34.

0 komentar:

Posting Komentar

 
2012 EEN NURYANAH | Blogger Templates for HostGator Coupon Code Sponsors: WooThemes Coupon Code, Rockable Press Discount Code